Senin, 21 Juni 2010

sekolah menengah komprehensi

SOFYAN
084 104 036
JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Sekolah menengah merupakan lanjutan dari sekolah tingkat dasar. Sekolah menengah terdiri atas bermacam-macam jenjang pendidikan mulai dari jenjang kejuruan, kedinasan, keagamaan dan umum. Hal ini sesuai dengan undang-undang tentang system pendidikan Nasional pada bab V pasal 15.
1. Sekolah Menengah Umum
Sekolah menengah atas (disingkat SMA), adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat). Sekolah menengah atas ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 10 sampai kelas 12. Pada tahun kedua (yakni kelas 11), siswa SMA dapat memilih salah satu dari 3 jurusan yang ada, yaitu Sains, Sosial, dan Bahasa. Pada akhir tahun ketiga (yakni kelas 12), siswa diwajibkan mengikuti Ujian Nasional (dahulu Ebtanas) yang mempengaruhi kelulusan siswa. Lulusan SMA dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi atau langsung bekerja. Pelajar SMA umumnya berusia 15-18 tahun. SMA tidak termasuk program wajib belajar pemerintah - yakni SD (atau sederajat) 6 tahun dan SMP (atau sederajat) 3 tahun - maskipun sejak tahun 2005 telah mulai diberlakukan program wajib belajar 12 tahun yang mengikut sertakan SMA di beberapa daerah, contohnya di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. SMA diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan SMA negeri di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota. Sedangkan Departemen Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, SMA negeri merupakan unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupaten/kota.


2. Sekolah Madrasah Aliyah (keagamaan)
Madrasah aliyah (disingkat MA) adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal di Indonesia, setara dengan sekolah menengah atas, yang pengelolaannya dilakukan oleh Departemen Agama. Pendidikan madrasah aliyah ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 10 sampai kelas 12. Pada tahun kedua (yakni kelas 11), seperti halnya siswa SMA, siswa MA memilih salah satu dari 4 jurusan yang ada, yaitu Ilmu Alam, Ilmu Sosial, Ilmu-ilmu Keagamaan Islam, dan Bahasa. Pada akhir tahun ketiga (yakni kelas 12), siswa diwajibkan mengikuti Ujian Nasional (dahulu Ebtanas) yang mempengaruhi kelulusan siswa. Lulusan madrasah aliyah dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi umum, perguruan tinggi agama Islam, atau langsung bekerja. MA sebagaimana SMA, ada MA umum yang sering dinamakan MA dan MA kejuruan (di SMA disebut SMK) misalnya Madrasah aliyah kejuruan (MAK) dan madrasah aliyah program keterampilan. Kurikulum madrasah aliyah sama dengan kurikulum sekolah menengah atas, hanya saja pada MA terdapat porsi lebih banyak muatan pendidikan agama Islam, yaitu Fiqih, akidah, akhlak, Al Quran, Hadits, Bahasa Arab dan Sejarah Islam (Sejarah Kebudayaan Islam). Pelajar madrasah aliyah umumnya berusia 16-18 tahun. SMA/MA tidak termasuk program wajib belajar pemerintah, sebagaimana siswa sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun.
3. Sekolah Menengah Kejuruan
Sekolah menengah kejuruan adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal setara dengan sekolah menengah atas yang pengelolaannya oleh inspektorat pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan sekolah menengah kejuruan pada dasarnya memliki beberapa jurusan salah satu diantaranya adalah jurusan akuntansi, penjualan, tata busana, dan lain sebagainya. Jurusan-jurusan yang ada dalam sekolah menengah kejuruan biasanya disesuaikan dengan lingkungan dimana sekolah itu didirikan. Sama halnya dengan sekolah menengah lainnya sekolah menengah kejuruan juga ditempuh dalam kurung waktu 3 tahun dan pada akhir tahun ketiga juga diwajibkan mengikuti ujian akhir nasional (UAN) yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat.
4. Sekolah Menengah Kedinasan
Sekolah menengah kedinasan adalah sekolah yang jenjang pendidikan menengah yang bersifat formal setara dengan sekolah menengah lainnya seperti sekolah menengan kejuruan, sekolah menengah umum dan lain-lain. Yang menjadi pembeda sekolah menengah kedinasan dengan sekolah menengah lainnya adalah pada pengelolaannya. Pada pengelolaan sekolah menengah kejuruan kedinasan pengelolaannya diberikan tanggung jawab terhadap instansi pemerintah yang terkait dengan sekolah kedinasan tersebut. Misalnya sekolah kedinasan perhubungan pengelolaannya diberikan tanggung jawab terhadap dinas perhubungan dan lain sebagainya.
Pendidikan menengah ini memiliki peran yang sangat sentral dalam pendidikan khususnya dalam pendidikan yang bergerak dalam lingkungan formal karena pendidikan menengah ini merupakan alat atau sebagai landasan untuk melajutkan pendidikan yang lebih tinggi bukan hanya itu pendidikan menengah juga merupakan sebagai landasan untuk langsung terjung dalam lingkungan masyarakat, karena pendidikan ini terdiri dari beberapa macam seperti yang telah dijelaskan sebelumnya yang memungkinkan untuk langsung melamar pekerjaan dalam instansi pemerintah maupun instasi swasta. Oleh karena itu sekolah harus memberikan pelayanan terhadap siswanya baik itu bentuk sarana dan prasarana maupun dari segi profesionalitas pendidiknya sehingga siswa-siswa yang ada di sekolah tersebut dapat berkembang baik itu dalam hal kognitif, afektif, dan psikomotornya. Kenyataan yang ada sekarang ini sangat bertolak belakang dengan hal di atas. Kebanyakan anak maupun remaja sekarang justru menganggap sekolah sebagai beban meski sarana dan prasaran sekolahnya dapat dikatakan sangat lengkap. Ini disebabkan karena dalam proses pembelajaran disekolah sangat monoton karena disesuaikan dengan kurikulum yang diberikan langsung oleh pendidikan nasional tingkat pusat. Hal ini tentu saja membawa berbagai efek buruk. Anak-anak yang ingin mengejar prestasi harus berusaha keras menguasai beban kurikulum yang didapat, bahkan sampai harus mengikuti berbagai les tambahan. Anak-anak remaja yang pasrah akan keadaan, seringkali berbuat hal yang buruk di luar jam sekolah seperti berkelahi/tawuran. Ini terjadi karena keengganan mereka untuk mempelajari hal-hal yang tidak mereka sukai.
Contoh kasus
Seorang siswi sebuah sekolah menengah di Makassar tiba-tiba selama 2 hari lebih tubuhnya terserang panas hebat, kebetulan kondisi keluarganya mulai tidak tentram. Ayahnya meninggalkan karena tertarik wanita lain. Ketika melihat putrinya si Ibu bingung dibawanya ke sebuah klinik namun masih tetap saja kondisi panas tubuhnya tidak juga reda. Si ibu kemudian berinisiatif untuk mengajak bicara putrinya mungkin karena semenjak ditinggal ayahnya dia terlalu memikirkan ayahnya. Namun setelah diajak bicara sianak justru mengajak sama sekali tidak terlalu memikirkan masalah antara ibu dan ayahnya. Si Ibu semakin bingung lalu dicobanya kembali untuk bicara dengan penuh kelembutan, dan barulah terungkap kalau ternyata sang putrinya terlalu memikirkan perkembangan nilainya di sekolah.
Bercermin dari peristiwa diatas dapatlah kita petik sebuah pelajaran bagi kita bahwa jika anak didik kita benar-benar kompeten dalam memikirkan sekolahnya mereka mengalami tekanan yang begitu hebat. Tekanan yang harus dia jalankan karena tugasnya sebagai murid. Belum lagi tekanan yang harus dia terima karena beban materi yang harus dia jalani selama dia sekolah. SMU kita mempunyai beban kurikulum yang sangat padat. Belum lagi kalau sekolah yang harus menjalankan kurikulum tersebut adalah sekolah swasta keagamaan yang secara otomatis akan menambah beberapa butin materi pelajaran kedalam kurikulum yang dijalankan.
Jumlah mata pelajaran di SMU lebih kurang sebanyak 15 mata pelajaran belum termasuk pelajaran yang dipunyai oleh sekolah keagamaan, sedang sistem pelaksanaan pendidikan memakai system semester. Dapat kita bayangkan betapa beratnya beban yang harus mereka jalani. Para siswa banyak mengalami keteteran dalam mengejar ketertinggalan mereka yang dimana akhirnya mereka menambalnya dengan mengikuti bimbingan belajar. Beban 15 lebih mata pelajaran harus terselesaikan dalam masing-masing semester. Setiap semester guru juga dibebani untuk mengadakan ulangan harian, pemberian tugas, dan Ulangan Umum. Beban ini juga mengurangi ketersampaian materi yang dibebankan dalam satu semester. Artinya batas semester telah habis materi/pokok bahasan belum semua tersampaikan. Murid juga akan semakin tertekan karena keterbatasan waktu dan jumlah materi yang mereka terima, jalan satu-satunya mereka mengikuti les tambahan belajar dan ini secara otomatis akan menambah beban biaya pendidikan mereka.
Disamping itu penjurusan yang diberikan di sekolah mengnengah umum sangat membebani siswa. Penjurusan baru dilakukan ketika siswa kelas tiga dengan tiga option pilihan jurusan IPA, IPS, Bahasa. Penjurusan yang baru dilakukan pada kelas tiga ini membuat siswa semakin terbebani belum lagi model penjurusannya dimana IPA harus mempelajari bebang materi yang super berat bagi pandangan siswa yaitu Matematika, Kimia, Biologi dan Fisika. Saya masih ingat ketika saya masih di SMU dulu penjurusan terbagi dalam A1, A2, A3, A4. Dimana A1 itu terfokus kepada Matematika dan Fisika, A2 pada Kimia dan Biologi, A3 pada ekonomi dan Akuntansi sedang A4 terfokus pada Bahasa dan Sastra. Menurut saya penjurusan pada zaman saya tersebut tampaknya lebih bagus apalagi jika penjurusan dilakukan pada kelas-kelas awal..
Beban kurikulum juga seharusnya dikurangi. Kurikulum seharusnya diarahkan kepada kemampuan dasar siswa sejak dini sehingga sekolah-sekolah menengah tidak mubazir menelurkan generasi-generasi selanjutnya.. Harapan ini tidaklah berlebihan sebab negara kita jarang bahkan belum banyak mencetak ilmuan-ilmuan baru. Negera kita masih mencetak generasi-generasi pekerja yang hanya siap bekerja ikut orang lain bukan siap bekerja untuk masyarakatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar