Rabu, 23 Juni 2010

Pendidikan Wanita dan Homeschooling

Nama : Syamsinar
Nim : 084104009
KURIKULUM TEKNOLOGI PENDIDIKAN





Pendidikan Wanita

Kemajuan wanita adalah sebagai ukuran kemajuan suatu negeri. Kaum ibu yang dapat menggoyangkan buaian dengan tangan kirinya, dapat pula menggoyangkan dunia dengan tangan kanannya.” (Napoleon Bonaparte ).
Boomingnya arus globalisasi, mengharuskan setiap individu untuk turut berperan aktif di dalamnya, baik itu laki-laki atau perempuan. Sayangnya, statement yang menyatakan bahwa tugas wanita hanya terbatas dalam rumah semata masih mengakar sampai saat ini, hingga tidak sedikit wanita yang enggan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dengan alasan telah menguasai “ilmu” memasak dan berhias yang mereka anggap sebagai “pengetahuan inti seorang wanita” dan merasa tidak perlu menuntut pendidikan yang tinggi. Padahal lebih dari itu, seorang wanita dikaruniai kemampuan lebih dari sekedar menunaikan tugas domestiknya.

Hasil kajian Mayling Oey-Gardiner menunjukkan bahwa terdapat konsistensi yang lebih tinggi antara umur dan tingkat pendidikan bagi wanita dibanding dengan laki-laki. Yang secara implisit dapat diartikan bahwa wanita lebih berhasil di sekolah daripada laki-laki (dalam Perempuan dan Pemberdayaan, 1997). Keberhasilan wanita di sekolah dapat berarti terbukanya peluang yang lebih luas bagi wanita untuk memilih jenis pekerjaan sesuai keahlian yang dimilikinya.

Dikaitkan dengan kemampuan perempuan yang lebih terbatas, yang seringkali merupakan cerminan dari pendidikannya. Alasan lain yang sering pula dikemukakan adalah perempuan hanya cocok bagi pekerjaan yang feminin atau pekerjaan yang berkaitan dengan nalurinya dalam peran sebagai ibu rumah tangga atau mitra pembantu laki-laki, misalnya guru, perawat, pelayan restoran, juru masak, operator telepon, teller bank, dan sejenisnya (Barry, 1989 seperti dikutip oleh Chrysanti Hasibuan-Sedyono dalam Gardiner, 1994:214).

Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin sudah berlangsung ribuan tahun, karenanya orang sudah menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar.

Ada 2 teori besar tentang pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin tersebut, yaitu :

1.Teori Nature yang menganggap bahwa perbedaan psikologis antara pria dan wanita disebabkan oleh faktor-faktor biologis yang sudah ada sejak manusia dilahirkan.
2.Teori Nurture yang menganggap bahwa perbedaan psikologis antara pria dan wanita tercipta melalui proses belajar dari lingkungan, jadi tidak dibawa sejak lahir.

Masyarakat Indonesia cenderung menerima perbedaan antara pria dan wanita sebagai hal yang alamiah, sehingga lebih dekat pada pemikiran teori nature. Keikutsertaan kaum wanita untuk bekerja sama dengan kaum pria menimbulkan adanya peran ganda wanita, di mana wanita di satu pihak dituntut peran sertanya dalam pembangunan dan memberikan sumbangannya kepada masyarakat secara nyata, di lain pihak wanita dituntut pula untuk menjalankan tugas utamanya di dalam rumah tangga dengan sebaik-baiknya.

Secara konseptual peran ganda wanita mengandung beberapa kelemahan dan ambivalensi. Pertama, di dalamnya terkandung pengertian bahwa sifat dan jenis pekerjaan wanita adalah tertentu dan sesuai dengan kodrat wanitanya. Kedua, dalam kaitan dengan yang pertama, wanita tidak sepenuhnya bisa ikut dalam proses-proses produksi. Ketiga, di dalamnya terkandung pengakuan bahwa sistem pembagian kerja seksual seperti yang dikenal sekarang bersifat biologis semata. Keempat, merupakan suatu penerimaan tuntas terhadap berlangsungnya mode of production yang ada. Kelima, bila dikaitkan unsur keselarasan dan pengertian yang terkandung di dalamnya adalah bersifat etnosentris dan mengacu pada kelas sosial tertentu dan secara kultural bukan sesuatu yang universal dimiliki oleh setiap suku bangsa di Indonesia (Sjahrir, 1985: 14-15).

Berdasarkan hasil kajiannya, Medelna K. Hendytio menyatakan saat ini perlindungan terhadap pekerja wanita dianggap sebagai bentuk perlindungan terhadap obyek khusus, yaitu wanita yang bekerja juga berfungsi sebagai ibu. Oleh karena fungsinya itu, perlindungan dan hak-hak yang diberikan cenderung dibatasi hanya untuk menjalankan fungsi keibuan, dan sering dilupakan bahwa wanita adalah seorang manusia yang mempunyai hak dan kedudukan sama dengan jenis manusia lainnya yaitu laki-laki.

Pengakuan terhadap hak-hak wanita pada dasarnya merupakan penghormatan pula terhadap hak-hak asasi manusia. Oleh karena itu, maka perlindungan tenaga kerja wanita yang sesuai dengan standar internasional tentu menjadi syarat mutlak yang tidak dapat ditawar lagi. Standar internasional yang dimaksud adalah konvensi-konvensi internasional yang pada hakekatnya bertujuan untuk melindungi hak-hak perempuan. Nursyahbani Katjasungkana mencatat bahwa setidaknya sejak tahun 1945 lebih dari dua puluh instrumen hukum internasional telah dihasilkan yang berkaitan dengan perlindungan terhadap hak-hak perempuan (dalam Perempuan dan Pemberdayaan,1997: 24).

Peluang pendidikan dan latihan yang saksama antara lelaki dan wanita membolehkan wanita mencapai kemajuan dalam bidang sosial dan ekonomi. Sehingga kini, taraf pendidikan wanita berada pada tahap yang membanggakan. Enrolmen pelajar wanita di institusi pengajian tinggi awam (IPTA) pada tahun 2007 di peringkat diploma ialah 58.2 peratus, peringkat ijazah pertama 61.9 peratus, sarjana 52.9 peratus dan doktor falsafah (PhD) 38.1 peratus. Bagi memastikan wanita terus berdaya saing, mereka perlu meningkatkan pengetahuan secara berterusan menerusi pendidikan dan latihan sepanjang hayat. Antara kekangan yang dihadapi oleh wanita untuk mendapatkan pendidikan dan latihan sepanjang hayat ialah kekurangan kesedaran wanita mengenai pentingnya pembelajaran sepanjang hayat selain daripada kurangnya sokongan daripada majikan dan ahli keluarga. Selain itu, masalah remaja perempuan yang tidak dapat meneruskan pendidikan akibat terlibat dengan gejala sosial perlu ditangani supaya hak mereka untuk mendapatkan pendidikan tidak dinafikan.

Peran Tindakan Pembangunan Wanita :

1. Menghapuskan buta huruf di kalangan wanita, Memastikan Wanita mempunyai pengetahuan asas.
2. Meluaskan pendidikan dan latihan kemahiran bagi remaja perempuan yang terlibat denganmasalah sosial, Memastikan remaja perempuan seperti mereka yang mengandung luar nikah, penagihdadah dan kesjuvana mendapat peluang pendidikan dan latiha kemahiran sewajarnya.
3. Mempromosi pendidikan dan latihan sepanjang hayat.
Meningkatkan peluang pendidikan dan latihan sepanjang hayat kepada semua lapisan umur wanita.

Homeschooling

Homeschooling (HS) adalah model alternatif belajar selain di sekolah. Tak ada sebuah definisi tunggal mengenai homeschooling. Selain homeschooling, ada istilah "home education", atau "home-based learning" yang digunakan untuk maksud yang kurang lebih sama.Dalam bahasa Indonesia, ada yang menggunakan istilah "sekolah rumah" atau "sekolah mandiri"Disebut apapun yang penting adalah esensinya.
. Salah satu pengertian umum homeschooling adalah sebuah keluarga yang memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anak dan mendidik anaknya dengan berbasis rumah. Pada homeschooling, orang tua bertanggung jawab sepenuhnya atas proses pendidikan anak; sementara pada sekolah reguler tanggung jawab itu didelegasikan kepada guru dan sistem sekolah.
Walaupun orang tua menjadi penanggung jawab utama homeschooling, tetapi pendidikan homeschooling tidak hanya dan tidak harus dilakukan oleh orang tua. Selain mengajar sendiri, orang tua dapat mengundang guru privat, mendaftarkan anak pada kursus, melibatkan anak-anak pada proses magang (internship), dan sebagainya.

Kelebihan homeschooling:


• Customized, sesuai kebutuhan anak dan kondisi keluarga.
• Lebih memberikan peluang untuk kemandirian dan kreativitas individual yang tidak didapatkan dalam model sekolah umum.
• Memaksimalkan potensi anak sejak usia dini, tanpa harus mengikuti standar waktu yang ditetapkan di sekolah.
• Lebih siap untuk terjun di dunia nyata (real world) karena proses pembelajarannya berdasarkan kegiatan sehari-hari yang ada di sekitarnya.
• Kesesuaian pertumbuhan nilai-nilai anak dengan keluarga. Relatif terlindung dari paparan nilai dan pergaulan yang menyimpang (tawuran, drug, konsumerisme, pornografi, mencontek, dsb).
• Kemampuan bergaul dengan orang tua dan yang berbeda umur (vertical socialization).
• Biaya pendidikan dapat menyesuaikan dengan keadaan orang tua
Kekurangan homeschooling:
• Butuh komitmen dan keterlibatan tinggi dari orang tua
• Sosialisasi seumur (peer-group socialization) relatif rendah. Anak relatif tidak terekspos dengan pergaulan yang heterogen secara sosial.
• Ada resiko kurangnya kemampuan bekerja dalam tim (team work), organisasi, dan kepemimpinan.
• Perlindungan orang tua dapat memberikan efek samping ketidakmampuan menyelesaikan situasi sosial dan masalah yang kompleks yang tidak terprediksi.

Kurikulum Dan Materi Pembelajaran Home Schooling

• Kurikulum pembelajaran home schooling adalah kurikulum yang didesain sendiri namun tetap mengacu kepada kurikulum nasional. Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Bryan Ray menunjukkan bahwa mayoritas home schoolers (71%) memilih sendiri materi pembelajaran dan kurikulum dari kurikulum yang tersedia, kemudian melakukan penyesuaian agar sesuai dengan kebutuhan anak-anak dan keadaan keluarga. Selain itu, 24% diantaranya menggunakan paket kurikulum lengkap yang dibeli dari lembaga penyedia kurikulum dan materi ajar. Sekitar 3% menggunakan materi dari sekolah satelit (partner home schooling) atau program khusus yang dijalankan oleh sekolah swasta setempat.

Model- Model Home Schooling

• Menurut Depdiknas (Sumardiono, 2006), home schooling (sekolah rumah) pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
(1) Sekolah rumah tunggal, yaitu layanan pendidikan yang dilakukan oleh orang tua/wali terhadap seorang anak atau lebih terutama di rumahnya sendiri atau di tempat-tempat lain yang menyenangkan bagi peserta didik.
(2) Sekolah rumah majemuk, yaitu layanan pendidikan yang dilakukan oleh para orang tua/wali terhadap anak-anak dari suatu lingkungan yang tidak selalu bertalian dalam keluarga, yang diselenggarakan di beberapa rumah atau di tempat/fasilitas pendidikan yang ditentukan oleh suatu komunitas pendidikan yang dibentuk atau dikelola secara lebih teratur dan terstruktur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar