Nama : Akbar
Nim : 084 104 028
Pendidikan sebagai proses kebudayaan dan melakukan proses interaksi terjadi tranformasi budaya dari generasi tua, yaitu guru kepada generasi muda, yaitu peserta didik. Tilaar (1999: 9) mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu proses yang menaburkan benih-benih budaya dan peradaban manusia yang hidup dan dihadapi oleh nilai-nilai atau visi yang berkembang atau dikembangkan di dalam suatu masyarakat.
Jika pendidikan sebagai suatu proses yang menghasilkan manusia berbudaya, proses pembelajaran merupakan bentuk operasional penebaran budaya kepada peserta didik di dalam aktivitas sosial yang disebut kelas. Berbagai kemampuan manusia diperoleh melalui proses pendidikan. Dengan demikian, pen¬didikan adalah proses kebudayaan.
Budaya adalah dasar ter¬bentuknya kepribadian manusia. Dari budaya terbentuk identitas seseorang, masya¬rakat, dan suatu bangsa. Bagaimana proses pendidikan dapat membentuk insan-insan yang berbudaya yang mampu mengembangkan dan menyambung budaya masyarakat dan bangsanya. Pendidik dan peserta didik sebagai pelaku aktif harus selalu mencari dan mengembangkan budaya melalui proses yang disebut pembelajaran. Kelas sebagai tempat terjadinya proses kebudayaan harus dikondisikan agar tranfer budaya tersebut dapat berjalan dengan baik. Peningkatan motivasi mengajar dan motivasi belajar harus terus dikembangkan dengan berbagai strategi pembelajaran agar proses pembudayaan dapat berjalan dengan baik dan wajar. Tanpa kesadaran, tanggung jawab, dan kerja keras proses pembudayaan melalui pembelajaran tersebut tidak akan berjalan dengan,baik.
Pendidikan tidak terlepas dari kebudayaan dan hanya dapat terlaksana dalam suatu masyarakat. Dengan demikian, tidak ada proses pen¬didikan tanpa kebudayaan dan tanpa masyarakat. Sebaliknya, tidak ada suatu ke¬budayaan dalam pengertian suatu proses tanpa pendidikan. Pendidikan dan kebudayaan hanya dapat terjadi dalam hubungan antar manusia dalam suatu masyarakat tertentu. Dalam pengertian kebudayaan terkandung tiga aspek penting, yaitu 1) ke¬budayaan dialihkan dari satu generasi ke generasi lainnya, kebudayaan sebagai wa¬ri¬san tradisi sosial; 2) kebudayaan dipelajari; dan 3) kebudayaan dihayati dan dimiliki ber¬sama oleh masyarakat pendukungnya (Parsons, 1994).
Sering kali terjadi miskomunikasi dalam penerapannya, seperti Di Kudus terdapat sejumlah situs bersejarah yang dapat menjadi daya tarik wisata. Terutama wisata ziarah, yang bila dikembangkan akan memiliki potensi yang cukup besar khususnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan msyarakatnya. Situs bersejarah tersebut adalah Masjid Menara Kudus dan beberapa makam tokoh penting dalam proses islamisasi di Kudus, seperti: Sunan Kudus, Sunan Muria, Kyai Telingsing, Mbah Kalinyito dan masih banyak lagi. Namun sayangnya pengelolaan situs bersejarah tersebut belum maksimal. Hal tersebut terlihat dari penyampaian informasi kesejarahan dari sebuah situs bersejarah oleh pemandu wisata yang tak lain adalah juru kunci. Ketika wisatawan (peziarah) mendatangai objek wisata, mereka justru kurang mendapatkan informasi kesejarahan yang memadai tentang objek wisata yang mereka kunjungi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar